Jakarta - Sejak memutuskan terjun ke politik hingga
mencapai puncak karirnya, Taufiq Kiemas setia dengan partai politik
pilihan awalnya. Meski partai pilihannya itu sempat ditekan pemerintahan
Orde Baru dan mengalami perpecahan hebat.
Perjalanan politik Taufiq Kiemas dimulai dengan menjadi aktivis Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), organisasi kemahasiswaan binaan
Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Menyusul perpecahan yang intenal,
kubunya membentuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Taufiq
Kiemas bergabung dengan GMNI ketika menjadi mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Sriwijaya, Palembang. Setelah lulus, putra pasangan Tjik
Agus Kiemas dan Hamzathoen yang lahir pada 31 Desember 1942 ini langsung
terlibat dalam PDI dan terpilih menjadi anggota DPR/MPR RI pada 1992.
Ketika
PDI mengalami perpecahan pasca kongres di Medan pada Juli 1993 dan
kongres luar biasa di Surabaya pada Desember 1993, nama sang istri
Megawati Soekanoputri mulai mencuat ke kancah politik nasional. Dukungan
total dari kemampuan Taufiq Kiemas merangkul para kader, punya andil
bagi terbentuknya Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia Perjuangan
(PDIP).
Sebagai salah satu tokoh penting di PDIP, Taufiq Kiemas
menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu). Ia kembali
terpilih menjadi anggota DPR periode 2009–2014 dari PDI-Perjuangan untuk
Daerah Pemilihan Jawa Barat II.
Pada 2009, Taufiq Kiemas
terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat
periode 2009-2014. Bersama jajaran MPR, Taufik Kiemas menegaskan
pentingnya menanamkan kembali nilai-nilai kebangsaan dan persatuan
kepada generasi muda bangsa.
Melalui program Empat Pilar
Kebangsaan, MPR mensosialisasikan ulang semangat Pancasila, UUD '45,
Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Kegigihannya dalam menanamkan kembali
nilai-nilai kebangsaan dan persatuan, mendapat penghargaan gelar Doktor
Honoris Causa bidang kenegaraan dari Universitas Trisakti, Jakarta, pada
10 Maret 2013.
Putri bungsunya, Puan Maharani, sangat memahami
perjuangan ayahnya tentang empat pilar kebangsaan. Sebagai anak, dia
tahu benar bahwa Ayah dan Ibunya meski berada dalam parpol yang sama,
namun tidak selalu memiliki pandangan politik yang sejalan.
"Empat
pilar ini satu spirit dan matahari. Dan bisa jadi satu hal yang selalu
terpakai bagi bangsa ini sepanjang bangsa ini bisa berdiri. Pohon bisa
tumbang, tapi matahari bisa menyinari dunia tiap hari,” ujar Puan dalam
pelucuran buku biografi Taufiq Kiemas berjudul ‘Gelora Kebangsaan Tak
Kunjung Padam’ pada 31 Desember yang bertepatan dengan ulang tahun ke-70
Sang Ayah